Tugas
Bahasa Indonesia
Pidato
Tentang Keagamaan
Jl.
Tumenggung Suryo 38 Malang Telp. 0341-491806, e-mail: smpn20_nalang@yahoo.com
Fax:(0341)476082,
website: smpn20-malang.sch.id
Yang terhormat ibu Kepala SMPN 20 Malang
Yang saya hormati Bapak/Ibu guru SMPN 20 Malang
Serta teman temanku yang saya sayangi
Assallam mualaikum wr wb,
Sebagian ulama mengatakan bahwa
Sholat 5 Waktu berjamaah di Masjid bagi laki- laki mukallaf termasuk fardhu
Ain, yang ingin saya tanyakan adalah benarkah demikian? Lalu apakah berdosa
Jika sholat sendirian di rumah?. Jika memang berdosa, Apakah Nabi Muhamad Saw
pernah melarang orang yang sholat sendirian di rumah? Adakah Hadits
shahih menjelaskan hal tersebut?
Di kalangan ulama berkembang banyak
pendapat tentang hukum shalat berjamaah. Ada yang mengatakan fardhu `ain,
sehingga orang yang tidak ikut shalat berjamaah berdosa. Ada yang mengatakan
fardhu kifayah sehingga bila sudah ada shalat jamaah, gugurlah kewajiban orang
lain untuk harus shalat berjamaah. Ada yang mengatakan bahwa shalat jamaah
hukumnya fardhu kifayah. Dan ada juga yang mengatakan hukumnya sunnah
muakkadah.
1. Pendapat Pertama: Fardhu Kifayah
Yang mengatakan hal ini adalah
Al-Imam Asy-Syafi`i dan Abu Hanifah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Habirah
dalam kitab Al-Ifshah jilid 1 halaman 142. Demikian juga dengan jumhur
(mayoritas) ulama baik yang lampau (mutaqaddimin) maupun yang berikutnya
(mutaakhkhirin). Termasuk juga pendapat kebanyakan ulama dari kalangan mazhab
Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah.
Dikatakan sebagai fardhu kifayah
maksudnya adalah bila sudah ada yang menjalankannya, maka gugurlah kewajiban
yang lain untuk melakukannya. Sebaliknya, bila tidak ada satu pun yang
menjalankan shalat jamaah, maka berdosalah semua orang yang ada di situ. Hal
itu karena shalat jamaah itu adalah bagian dari syiar agama Islam.
Di dalam kitab Raudhatut-Thalibin
karya Imam An-Nawawi disebutkan bahwa:
Shalat jamaah itu itu hukumnya
fardhu `ain untuk shalat Jumat. Sedangkan untuk shalat fardhu lainnya, ada
beberapa pendapat. Yang paling shahih hukumnya adalah fardhu kifayah, tapi juga
ada yang mengatakan hukumnya sunnah dan yang lain lagi mengatakan hukumnya
fardhu `ain.
Adapun dalil mereka ketika berpendapat
seperti di atas adalah:
2. Pendapat Kedua: Fardhu `Ain
Yang berpendapat demikian adalah
Atho` bin Abi Rabah, Al-Auza`i, Abu Tsaur, Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, umumnya
ulama Al-Hanafiyah dan mazhab Hanabilah. Atho` berkata bahwa kewajiban yang harus
dilakukan dan tidak halal selain itu, yaitu ketika seseorang mendengar azan,
haruslah dia mendatanginya untuk shalat. (lihat Mukhtashar Al-Fatawa
Al-MAshriyah halaman 50).
Dalilnya adalah hadits berikut:
Dari Aisyah ra berkata, `Siapa yang
mendengar azan tapi tidak menjawabnya (dengan shalat), maka dia tidak
menginginkan kebaikan dan kebaikan tidak menginginkannya. (Al-Muqni` 1/193)
Dengan demikian bila seorang muslim
meninggalkan shalat jamaah tanpa uzur, dia berdoa namun shalatnya tetap syah.
3. Pendapat Ketiga: Sunnah Muakkadah
Pendapat ini didukung oleh mazhab
Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah sebagaimana disebutkan oleh imam As-Syaukani
dalam kitabnya Nailul Authar jilid 3 halaman 146. Beliau berkata bahwa pendapat
yang paling tengah dalam masalah hukum shalat berjamaah adalah sunnah
muakkadah. Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa hukumnya fardhu `ain,
fardhu kifayah atau syarat syahnya shalat, tentu tidak bisa diterima.Al-Karkhi
dari ulama Al-Hanafiyah berkata bahwa shalat berjamaah itu hukumnya sunnah,
namun tidak disunnahkan untuk tidak mengikutinya kecuali karena uzur. Dalam hal
ini pengertian kalangan mazhab Al-Hanafiyah tentang sunnah muakkadah sama
dengan wajib bagi orang lain. Artinya, sunnah muakkadah itu sama dengan wajib.
(silahkan periksan kitab Bada`ius-Shanai` karya Al-Kisani jilid 1 halaman
76).Ibnul Juzzi berkata bahwa shalat fardhu yang dilakukan secara berjamaah itu
hukumnya fardhu sunnah muakkadah. (lihat Qawanin Al-Ahkam As-Syar`iyah halaman
83). Ad-Dardir dalam kitab Asy-Syarhu As-Shaghir jilid 1 halaman 244 berkata
bahwa shalat fardhu dengan berjamaah dengan imam dan selain Jumat, hukumnya
sunnah muakkadah.
4. Pendapat Keempat: Syarat Syahnya
Shalat
Pendapat keempat adalah pendapat
yang mengatakan bahwa hukum syarat fardhu berjamaah adalah syarat syahnya
shalat. Sehingga bagi mereka, shalat fardhu itu tidak syah kalau tidak
dikerjakan dengan berjamaah.
Yang berpendapat seperti ini antara
lain adalah Ibnu Taymiyah dalam salah satu pendapatnya (lihat Majmu` Fatawa
jilid 23 halaman 333). Demikian juga dengan Ibnul Qayyim, murid beliau. Juga
Ibnu Aqil dan Ibnu Abi Musa serta mazhab Zhahiriyah (lihat Al-Muhalla jilid 4
halaman 265). Termasuk di antaranya adalah para ahli hadits, Abul Hasan
At-Tamimi, Abu Al-Barakat dari kalangan Al-Hanabilah serta Ibnu Khuzaemah.
Dalil yang mereka gunakan adalah:
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah
SAw bersaba, `Siapa yang mendengar azan tapi tidak mendatanginya, maka tidak
ada lagi shalat untuknya, kecuali karena ada uzur.(HR Ibnu Majah793,
Ad-Daruquthuny 1/420, Ibnu Hibban 2064 dan Al-Hakim 1/245)
Dari Abi Hurairah ra bahwa
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya shalat yang paling berat buat orang
munafik adalah shalat Isya dan Shubuh. Seandainya mereka tahu apa yang akan
mereka dapat dari kedua shalat itu, pastilah mereka akan mendatanginya meski
dengan merangkak. Sungguh aku punya keinginan untuk memerintahkan shalat dan
didirikan, lalu aku memerintahkan satu orang untuk jadi imam. Kemudian pergi
bersamaku dengan beberapa orang membawa seikat kayu bakar menuju ke suatu kaum
yang tidak ikut menghadiri shalat dan aku bakar rumah-rumah mereka dengan
api." (HR Bukhari 644, 657, 2420, 7224. Muslim 651 dan lafaz hadits ini
darinya).
Kesimpulan:
Setiap orang bebas untuk memilih
pendapat manakah yang akan dipilihnya. Dan bila kami harus memilih, kami
cenderung untuk memilih pendapat menyebutkan bahwa shalat berjamaah itu
hukumnya sunnah muakkadah, karena jauh lebih mudah bagi kebanyakan umat Islam
serta didukung juga dengan dalil yang kuat. Meskipun demikian, kami tetap
menganjurkan umat Islam untuk selalu memelihara shalat berjamaah, karena
keutamaannya yang disepakati semua ulama.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Contoh Pidato Keagamaan